Definisi
Definisi benda cagar budaya menurut
Undang-undang tentang Cagar Budaya ada 2 (dua), yaitu:
1. Benda buatan manusia yang bergerak, maupun
tidak bergerak yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya
atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau
mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Kriteria, Tolok Ukur, dan Penggolongan Benda Cagar Budaya
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan
tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:
1. Tolok ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan,
ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada
tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Tolok ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
3. Tolok ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana
lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.
4. Tolok ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan
keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan
symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran
lingkungan tersebut.
5. Tolok ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang
menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Dari kriteria dan tolok ukur di atas lingkungan cagar budaya
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) golongan, yakni:
1. Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh
kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki
tingkat keaslian yang utuh.
2. Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 (tiga) kriteria, telah mengalami perubahan namun masih
memiliki beberapa unsur keaslian.
3. Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 (tiga) kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang
mempunyai keaslian.
Bangunan cagar budaya sendiri dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Bangunan cagar budaya Golongan A: bangunan yang memenuhi
kriteria nilai sejarah dan keaslian.
2. Bangunan cagar budaya Golongan B: bangunan yang memenuhi
kriteria keaslian, kelangkaan, landmark, arsitektur, dan umur.
3. Bangunan cagar budaya Golongan C: bangunan yang memenuhi
kriteria umur dan arsitektur.
Pemugaran Bangunan
Cagar Budaya
Berdasarkan Perda
No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar
Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi
dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1.
Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan
A
2.
Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan
B
3.
Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan
C
Golongan A
1.
Bangunan dilarang dibongkar dan atau
diubah
2.
Apabila kondisi fisik bangunan buruk,
roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun
kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
3.
Pemeliharaan dan perawatan bangunan
harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama,
dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
4.
Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan
adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa
mengubah bentuk bangunan aslinya
5.
Di dalam persil atau lahan bangunan
cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan
yang utuh dengan bangunan utama
Golongan B
1.
Bangunan dilarang dibongkar secara
sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak
layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti
semula sesuai dengan aslinya
2.
Pemeliharan dan perawatan bangunan harus
dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan
mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
3.
Dalam upaya rehabilitasi dan
revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak
mengubah struktur utama bangunan
4.
Di dalam persil atau lahan bangunan
cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan
yang utuh dengan bangunan utama
Golongan C
1.
Perubahan bangunan dapat dilakukan
dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap
bangunan
2.
Detail ornamen dan bahan bangunan
disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
3.
Penambahan Bangunan di dalam perpetakan
atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus
sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
4.
Fungsi bangunan dapat diubah sesuai
dengan rencana Kota
Sumber
:
http://winnerfirmansyah.wordpress.com/2011/05/05/bangunan-cagar-budaya/