Selasa, 29 Januari 2013

Kriitik Arsitektur - Materi 3


M E T O D E    K R I T I K   I N T E R P R E T I F

• Kritikus sebagai seorang interpreter atau pengamat yang sangat personal
• Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
• Mempengaruhi pandangan orang lain untuk bisa memandang sebagaimana yang kita lihat
• Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
• Melalui rasa artistiknya mempengaruhi pengamat merasakan sama sebagaimana yang ia alami
• Membangun satu karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya, ibarat sebuah kendaraan.

TIGA TEKNIK KRITIK INTERPRETIVE
  • Advocatory
• Kritikini tidak diposisikan sebagai bentuk penghakiman (judgement) sebagaimana yang terjadi pada Normatif Criticism.
• Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan
• Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain
• Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
• Dalam hukum advocatory Criticism, kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat,
  • Evocative
• Evoke : menimbulkan, membangkitkan
• Ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai bangunan
• Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang dikandung bangunan
• Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan bangunan
• Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bangunan
• Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna yang terungkap dan penglaman ruang yang dirasakan.
• Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan kritikus
  • Impressionistic
• Seniman mereproduksi karyanya sendiri atau orang lain dengan konsekuensi adanya kejemuan, sedang kritik selalu berubah dan berkembang
• Kritik impressionis adakalanya dipandang sebagai parasit
• Kritik impressionis menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya keseniannya
• Karya yang asli berjasa bagi kritik sebagai area eksplorasi karya-karya baru dan berbeda



Sumber :
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/raziq_hasan/materi-kuliah/

Kritik Arsitektur - Materi 2

M E T O D E   K R I T I K   D E S K R I P T I F

Hakikat Metoda Kritik Deskriptif

- Dibanding metode kritik lain descriptive criticism tampak lebih nyata(factual)
- Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota
- Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
- Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya
- Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.

Jenis Metoda Kritik Deskriptif

  • Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
–    Static (Secara Grafis)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Kritik Depictive tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya.
Kritik depictive lebih mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate. Depictive criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture). Aspek static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey antara lain : photografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).

–    Dynamic (Secara Verbal)
Tidak seperti aspek static, aspek dinamis depictive mencoba melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan disekitarnya?

–    Process (Secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu. Kalau kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka kritik depictive (aspek proses) lebih melihat pada langkahlangkah keputusan dalam proses desain yang meliputi :
• Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
• Bagaimana perubahannya,
• Bagaimana ia diperbaiki,
• Bagaimana proses pembentukannya.
  • Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang menceritakan tentang arsiteknya.
  • Contextual Criticism ( Persitiwa)
Kritik yang membahas apa yang sedang terjadi, mengapa, ada apa, hingga ke akarnya (roots)


Sumber :
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/raziq_hasan/


Kritik Arsitektur – Materi 1


M  E  T  O  D  E     K  R  I  T  I  K     N   O   R   M   A   T   I   F


Hakikat Kritik Normatif
  • Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard  atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
  • Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan  dapat dinilai
  • Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat  dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif.
  • Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum  dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.

Jenis-jenis Metoda Kritik Normatif
Karena kompleksitas, abstraksi dan kekhususannya kritik normatif perlu dibedakan dalam metode sebagai berikut :
  1. Metoda Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
  2. Metoda Sistemik ( suatu norma penyusunan elemenelemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)
  3. Metoda Tipikal ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
  4. Metoda Terukur ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)

1. Metoda Doktrin
  • Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
  • Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
  • Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.

2. Metoda Sistemik
  • Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )
  • Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan rona bangunan dan kota.
Kritik sistematik dikembangkan dari satu analisis :
  • Bahwa Problem arsitek adalah membangun sistem dalam kategori-kategori formal yang tidak memungkinkan kita untuk melukiskannya dan membandingkannya dalam struktur yang formal. Ketika kita mengatakan bahwa analisis formal mengandung indikasi elements and relations.
  • Elements (bagian bentuk arsitektur ), bermakna bahwa kita harus memperlakukan objek sebagai dimensi kesebandingan.
Melahirkan konsep  :
o  Mass (massa),  Bentuk wujud tiga dimensi yang terpisah dari lingkungan
o  Space (ruang), Volume batas-batas permukaan di sekeliling massa
o  Surface (permukaan), batas massa dan ruang
  • Relations , bahwa kita menterjemahkan saling keterhubungan ini diantara dimensi-dimensi
  • Capacity of the structure, kelayakan untuk mendukung tugas bangunan
  • Valuable, nilai yang dikandung yang mengantarkan kepada rasa manusia untuk mengalami ruang.


3. Metoda Tipikal
  • Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi). 
  • Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan  kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi 
  • Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian,  lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet. 



4. Metoda Terukur

  • Kritik Pengukuran menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu.
  • Norma pengukuran digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam.
  • Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi.
  • Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
  • Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
Ukuran batas minimum atau maksimum, Ukuran batas rata-rata (avarage), Kondisi-kondisi yang dikehendaki
Contoh : Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa sandard
normatif : Batas maksimal ketinggian bangunan, sempadan bangunan, Luas terbangun, ketinggian pagar yang diijinkan
  • Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma
Contoh :
Bagaimana Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam arsitektur dengan bisnis investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi harga-harga.
  • Norma atau standard yang digunakan dalam Kritik pengukuran yang bergantung pada ukuran minimum/maksimum, kondisi yang dikehendaki selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
  • Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai beikut:
  1. Tujuan Teknis ( Technical Goals)
  2. Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
  3. Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)


Sumber :
- http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/raziq_hasan/

Sabtu, 26 Januari 2013

Kritik Arsitektur - Metode Normatif (Tipikal)


K  R  I  T  I  K     T  I  P  I  K  A 

  • Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi). 
  • Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan  kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi 
  • Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian,  lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet. 
Tugas Kritik Tipikal :
Objek : Taman Akuarium Air Tawar (TAAT)

 
Taman Akuarium Air Tawar (TAAT) merupakan salah satu area tempat rekreasi keluarga yang terdapat di Taman Mini Indonesia (TMII). Tapi, biasa juga disebut dengan Museum Air Tawar. Disebut sebagai museum, karena layaknya museum, TAAT memiliki banyak “koleksi” keanekaragaman biota hayati air tawar Indonesia. Dari yang masih hidup hingga yang telah matipun ada.

TAAT menempati area tanah seluas 5.500 m2. TAAT memiliki 6.000 koleksi dari 155 spesies, meliputi tanaman air, reptilia,crustacea, dan ikan beragam jenis, ukuran dan asal. Baik dari perairan Indonesia maupn belahan dunia. TAAT dilengkapi dengan 21 akuarium dinding dan 50 lebih akuarium lepas.


Selain itu, TAAT juga dilengkapi dengan ruang karantina untuk menampung dan merawat ikan-ikan yng sakit. Ruang karantina teresebut juga digunakan untuk pengembangbiakan ikan dan perternakan pakan alami. Di tempat ini, pengunjung akan mendapat informasi tambahan tentang membudidayakan ikan.



Benar adanya jika tempat ini dikatakan sebagai museum. Karena tempat ini memiliki “koleksi” yang beragam dan dilengkapi fasilitas yang mendukung kegiatan di tempat ini. Pada TAAT terdapat museum sebagai tempat piranti penunjang peraga ikan-ikan air tawar. Di sini, pengunjung bisa melihat morfologi ikan secara mendetail dalam bentuk poster dan miniatur ikan.


Pada TAAT terdapat fasilitas penunjang, seperti auditorium sebagai ruang serbaguna dan tempat pemutaran film dokumenter. Adanya perputakaan sebagai pusat informasi mengenai biota air tawar yang membantu kita untuk lebih memahami akan koleksi yang ada.

Selain itu TAAT juga dijadikan salah satu tempat penelitian dan observasi oleh para peneliti. Banyak dari kalangan akademisi yang melakukan penelitian di tempat ini. Baik untuk tugas perkuliahan, tugas akhir, skripsi dan sebagainya.

Untuk menunjang sarana tersebut, TAAT menyediakan wahana konsultasi penyelesaian skripsi dan laporan penelitian dengan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang mengakomodasi penelitian yang berhubungan dengan biota hayati air tawar. Dengan konsep wahana ini, TAAT juga sekaligus dapat menjadi pangkalan data tentang biologi dan keanekaragaman biota air tawar.

Sumber :
- Dokumentasi Pribadi
- Taman Akuarium Air Tawar (TAAT)
- http://www.metrorealitaonline.com/