Minggu, 27 November 2011

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
AMDAL digunakan untuk:
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
Dengan adanya AMDAL kita bisa lebih terorganisir dalam membangun suatu usaha atau kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup serta menghindari dampak buruk yang mungkin terjadi. Di Indonesia ada beberapa contoh baik dan buruk dalam penggunaan AMDAL tersebut.

Pada proyek perumahan dan rekreasi Asti Puri di Kabupaten Bandung, dimana keputusan penapisan dilakukan berdasarkan kombinasi standar nasional dan kebijakan perencanaan tata letak daerah setempat. Oleh karena proyek yang diusulkan berlokasi di suatu zona proyeksi cachemen, sebuah AMDAL diperlukan meskipun proyek berada di bawah garis batas bagi AMDAL menurut pedoman Nasional. Dalam contoh ini, kepedulian masyarakat terkait dengan kesadaran yang ditingkatkan oleh LSM setempat telah mempengaruhi birokrasi. Praktek mencapai tujuannya dengan mengacu kepada rencana tata letak yang dikaitkan kepada dukungan tambahan yang dihasilkan oleh kerjasama yang dekat dengan badan perencanaan.

Dilihat dari respon masyarakat yang positif menggambarkan bahwa proyek perumahan dan rekreasi Asti Puri di Kabupaten Bandung tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Pembangunan yang menimbang dari kebijakan dan rencana tata letak yang ada juga menggambarkan bahwa proyek ini cukup memperhatikan dampak yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitar proyek.

Lain halnya dengan masalah yang aada di kawasan industri di Semarang. Menurut sumber, Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan.Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru.

Contoh kasus lainnya yaitu,  Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah dam penghasil air bersih.

Hal tersebut sangatlah memprihatinkan. Sebagai manusia, seharusnya kita harus menjaga  dan memelihara lingkungan demi kenyamanan kita bersama. Bagi bangunan industri seperti yang dibicarakan di atas, seharusnya mereka yang bersangkutan melihat dampak buruk yang dapat mempengaruhi lingkungan.

Seperti pada pembuangan limbah, seharusnya pembuangan limbah tersebut harus melalui dan berada pada tempat yang sebenarnya. Sebelum pembangunan bangunan industri tersebut, seharusnya pihak yang bersangkutan melihat dan menganalisa dampak yang ada, seperti apakah letak pembangunan sudah sesuai dengan peraturan yang ada, fasilitas pendukung yang ada, dsb.

Untuk mengatur hal-hal tersebutlah pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) agar kita lebih terorganisir. Namun ternyata kita  masih kurang kesadaran untuk membangun lingkungan hidup yang nyaman dan sejahtera.






 Sumber Referensi :

Apa itu AMDAL ?

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Keduanya saling membutuhkan. Manusia tidak akan hidup nyaman jika lingkungan sekitarnya telah tercemar. Dan sebaliknya lingkungan tidak dapat menjadi baik tanpa campur tangan dari manusia, karena keduanya saling memengaruhi.

Dalam profesi sebagai Arsitek mempunyai peran yang cukup penting dalam menjaga dan memelihara lingkungan. Sebagai contoh saat membangun sebuah bangunan seperti Pabrik, sang Arsitek harus memahami apa dampak baik dan buruk dari pembangunan tersebut terhadap lingkungan. Dan jika ada dampak buruk terhadap lingkungan, bagaimana menghindari atau mengatasi dampak buruk tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan suatu peraturan yang mengatur kita dalam membangun lingkungan hidup yang baik. Salah satunya dengan AMDAL, yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008


Sumber :
http://id.wikipedia.org/

SURAT PERJANJIAN HUBUNGAN KERJA

Surat Perjanjian Hubungan Kerja antara Arsitek  dan Pemberi Tugas
Arsitek dalam berkarya, pastinya berhubungan langsung dengan pengguna jasa, masyarakat, pemerintah, lingkungan, bisa juga managemen konstruksi.Intensitas yang demikian kuat antarpara pihak, maka perlu adanya aturan yang memandu hubungan kerja tersebut.

Aturan yang memandu hubungan kerja tersebut berupa surat perjanjian hubungan kerja (perjanjian tertulis).  Yang dimaksud Perjanjian Tertulis disini adalah perjanjian hubungan kerja antara Pemberi Tugas dan Arsitek yang mempunyai kekuatan hukum, dan di dalamnya dicantumkan keterangan-keterangan yang jelas dan tegas tentang macam, luas, batas-batas dan lingkup pekerjaan. Penetapan batas waktu penugasan. Besarnya imbalan jasa dan penggantian biaya serta cara-cara pembayarannya.

Dibawah ini merupakan salah satu contoh surat perjanjian hubungan kerja antara Arsitek dan Pemberi Tugas :

SURAT PERJANJIAN HUBUNGAN KERJA antara ARSITEK dan PEMBERI TUGAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama :     
Tempat / Tgl lahir :
Pekerjaan :
Nomor KTP :
Alamat :

Email / YM :
No HP :
yang selanjutnya dalam surat ini disebut PIHAK PEMBERI TUGAS
2. Nama : Rachmadi Triatmojo 
Tempat / Tgl lahir : Malang, 24 Oktober 1964
 Pekerjaan : Arsitek
 Nomor KTP : 33.0809.241064.0070
 Alamat : Dsn. Batikan, RT 002 RW 015, Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah.
 Email / YM : rachmaditriatmojo@yahoo.com
 No HP : 08129511780, 081903947639, 02935592759
yang selanjutnya dalam surat ini disebut PIHAK ARSITEK.

Dengan ini menyatakan atas dasar sukarela, itikad baik dan sejujur-jujurnya bahwa PIHAK  PEMBERI TUGAS akan benar-benar mengadakan Hubungan Kerja dengan PIHAK ARSITEK.

Adapun batasan-batasan Perjanjian Hubungan Kerja adalah sebagai berikut :
1.Lingkup Pekerjaan
 Lingkup Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah : LINGKUP PEKERJAAN POKOK yang terdiri dari  (Rincian Pekerjaan dapat dilihat pada Aturan Main antara Arsitek dan Pemberi Tugas yang dilampirkan) :
    a. Tahap Konsepsi & Perancangan                    
    b. Tahap Rancangan Pelaksanaan
    c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja   
dari Rumah Tinggal dengan lokasi lahan (tapak) di Jalan ............... seluas ........... m2 (copy gambar lokasi tapak terlampir)
2.Batas Waktu Penugasan
1. Untuk mengetahui perkiraan waktu penugasan, maka perlu diketahui lebih dahulu perkiraan luas bangunan rumah yang diinginkan Pemberi Tugas. Berdasarkan permintaan program ruang dalam Rumah dari pihak Pemberi Tugas, adalah :
·         6 Kamar Tidur (1 Kamar Tidur Utama, 1 Kamar Tidur Tamu, 3 Kamar Tidur Anak, 1 Kamar Pembantu)
·         Ruang Tamu
·         Ruang Makan
·         Ruang Keluarga
·         3 Kamar Mandi / WC 
·         Ruang Santai / Perpustakaan
·         Dapur / Pantry
    Adapun Ruang dalam yang di usulkan Arsitek adalah :
·         Kamar Mandi / WC Pembantu
Dari Program Ruang tersebut, maka dapat diperkirakan (bisa kurang, bisa lebih setelah desain disetujui Pemberi Tugas dan ditetapkan) seluas 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi), maka Perkiraan waktu Penugasan adalah :
    a. Tahap Konsepsi & Perancangan
    1 jam x 120 = 120 jam / 7 jam = ~17 hari kerja (dihitung dari mulai berlakunya  perjanjian pada Tahap Konsepsi & Perancangan ini)
    b. Tahap Rancangan Pelaksanaan
    ¾ jam x 120 = 90 jam / 7 jam = ~ 13 hari kerja (dihitung mulai dari berlakunya perjanjian pada Tahap Rancangan Pelaksana ini) 
    c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja
    ¾ jam x 120 = 90 jam / 7 jam = ~ 13 hari kerja (dihitung mulai dari berlakunya perjanjian pada Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja ini)
 
2. Hari Kerja adalah hari-hari kerja yang tidak termasuk hari libur mingguan dan hari-hari libur sesuai kesepakatan Pihak Pemberi Tugas dan Pihak Arsitek.
3.Imbalan Jasa
 Imbalan jasa di hitung berdasarkan prosentase (3%) dari Rencana Anggaran Biaya.
 Berdasarkan informasi dari saudara sepupu Arsitek sendiri, yaitu Bapak Ir. Iwan Haryadji Satyawan (Arsitek berdomisili di ..........) dan diperkuat oleh adiknya Bapak Ir. Denny Sadhana (Arsitek berdomisili di ..........) bahwa, biaya bangunan rumah tinggal di daerah     ............. dan sekitarnya pada tahun ini (2010, dan apabila belum mengalami kenaikan)  adalah :
    a. Rumah murah                        sekitar    Rp. 2.000.000,-/m2
    b. Rumah sedang                        sekitar    Rp. 2.750.000,-/m2
    c. Rumah mewah pakai kayu jati jateng tidak lepas mata sekitar Rp. 3.500.000,-/m2
Dari sini dapat diperkirakan biaya bangunan rumah (Untuk proyek ini Arsitek memakai standar biaya bangunan rumah murah yaitu : sekitar Rp. 2.000.000,-/m2) :
120 m2 x Rp. 2.000.000,- = Rp 240.000.000.- (dua ratus empat puluh juta rupiah)
Total Imbalan Jasa : 3 % x Rp 240.000.000.- = Rp. 7.200.000,-
Adapun prosentase bagian-bagian tahap pekerjaan mengacu kepada Buku Pedoman Hubungan Kerja Antara Arsitek dan Pemberi Tugas 1991 yang di terbitkan IKATAN ARSITEK INDONESIA.(yang sketsarumah.com lakukan dengan huruf tercetak tebal / bold) :
       1. Tahap Konsepsi (10 %)
       2. Tahap (Pra) Perancangan  (15 %)
       3. Tahap Rancangan Pelaksanaan (30 %)
       4. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja (32,5 %)

         5. Tahap Pelelangan (2,5 %)
         6.Tahap Pengawasan Berkala (10 %)
    a. Tahap Konsepsi & Perancangan (10%+15%=25%) x Rp 7.200.000,- 
                    atau 120m2 x Rp.15.000,-/m2    = Rp.1.800.000,-
    b. Tahap Rancangan Pelaksanaan (30%) x Rp 7.200.000,- 
                    atau 120m2 x Rp 18.000,-/m2    = Rp. 2.160.000,-   
    c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja (32,5%) x Rp 7.200.000,-                     atau 120m2 x Rp 19.500,-/m2    = Rp 2.340.000,-
                    TOTAL (87,5%)            = Rp 6.300.000,-       
4.Cara Pembayaran
Cara pembayaran Imbalan Jasa adalah sesuai dengan yang tertulis pada Aturan Main Hubungan Kerja antara Pemberi Tugas dan Arsitek, yaitu :

    a. Imbalan Jasa dilakukan selambat-lambatnya 7 hari setelah perjanjian tertulis dikirim kepada Pemberi Tugas atau  tahap pekerjaan sebelumnya telah disetujui oleh Pemberi Tugas.

    b. Jika melewati batas 7 hari tidak dilakukan pembayaran maka hubungan kerja pada tahap bersangkutan dianggap ditunda sampai Pemberi Tugas melakukan pembayaran.

    c. Jika melewati batas 28 hari tidak dilakukan pembayaran maka hubungan kerja pada tahap bersangkutan dianggap batal.

    d. Cara Pembayaran adalah melalui transfer Rekening Bank :

    BANK BCA
    Nomor Rekening : 1220835291
    Kantor Cabang : KCU Magelang
    Atas Nama : Rachmadi Triatmojo

    BANK MANDIRI
    Nomor Rekening 124-00-0440044-7
    Kantor Cabang : KC Magelang
    Atas Nama : Rachmadi Triatmojo

5.Waktu Mulai Berlaku Perjanjian
   
Perjanjian pada setiap Tahap Pekerjaan berlaku ketika Pemberi Tugas telah menyelesaikan Imbalan Jasa pada Tahap Pekerjaan yang bersangkutan dan Arsitek telah mengkonfirmasi bahwa Arsitek telah menerima pambayaran tersebut.

6.Lain-lain
   

    a. Dengan disetujuinya Surat Perjanjian ini, maka dengan sendirinya disetujui pula Aturan Main yang telah dilampirkan.

    b. Bila ada hal-hal yang belum ditetapkan dalam perjanjian ini, maka dapat di musyawarahkan kembali antara Arsitek dan Pemberi Tugas.
Demikianlah surat Perjanjian Hubungan Kerja antara Arsitek dan Pemberi Tugas dibuat rangkap dua asli dan ditanda tangani dalam keadaan sehat badan dan pikiran serta tanpa adanya unsur paksaan dari orang lain.

                                                                                                                        Magelang, 2010

PIHAK PEMBERI TUGAS                                                                   PIHAK ARSITEK





(                                             )                                                             (Ir. Rachmadi Triatmojo)
 

Dalam perjanjian tertulis cukup jelas lingkup pekerjaan bagi Arsitek sampai imbalan jasa yang diterima. Arsitek mempunyai kewajiban melaksanakan tugas-tugas tersebut. Begitu juga bagi pihak Pemberi Tugas yang mempunyai kewajiban salah satunya dalam hal imbalan jasa untuk Arsitek yang sesuai dengan perjanjian.

Masing-masing pihak juga mempunyai hak. Pihak Arsitek berhak menerima pembayaran jasa sesuai perjanjian dari Pemberi Tugas. Sedangkan pihak Pemberi Tugas berhak menerima dokumen pelaksanaan sesuai perjanjian.

Serta tertulis jelas, jika ada hal-hal yang belum ditetapkan dapat dimusyawarahkan kembali antara Arsitek dan Pemberi Tugas. Hal tersebut cukup adil bagi kedua pihak. Dengan adanya surat perjanjian hubungan kerja baik dari pihak Arsitek dan Pemberi Tugas mengetahui  hak dan kewajibannya masing-masing sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. 








Sumber Referensi :
http://arsindo-design.blogspot.com
http://www.sketsarumah.com